Bid'ah-bid'ah pada Bulan Sya'ban

Bid'ah-bid'ah pada Bulan Sya'ban - Bid'ah secara bahasa artinya perkara yang baru dibuat. Adapun secara syar'i, bid'ah artinya jalan atau metodologi baru dalam yang agama yang menyerupai syariat yang dimaksudkan dengannya untuk berlebih-lebihan dalam beribadah kepada Allah ta'ala. [10]

Bid'ah hukumnya haram. Allah ta'ala berfirman,

أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ

"Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah?" (Asy Syura: 21)

Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيهِ أمرُنا فَهُوَ رَدٌّ

"Barangsiapa yang beramal dengan sebuah amalan yang bukan dari ajaran kami maka amalan itu akan tertolak." (Muttafaqun 'alaih dari 'Aisyah radhiyallahu 'anha)

Beliau juga bersabda,

وَشّرُّ الْأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلًّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلُّ ضَلاَلَةٍ فِيْ النَّارِ

"Sejelek-jelek perkara adalah perkara yang baru (dalam agama). Semua perkara yang baru dalam agama adalah bid'ah, dan semua bid'ah adalah kesesatan, dan semua kesesatan tempatnya di neraka." (HR. An Nasa'i, Ibnu Majah dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu 'anhuma. Dishahihkan oleh Al Albani dalam Al Irwa' No. 608)

Sahabat Hudzaifah radhiyallahu 'anhu berkata,

كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَ إِنْ رَآهاَ النَّاسُ حَسَنَةً

"Setiap bid’ah adalah sesat, meskipun oleh manusia hal itu dianggap sebuah kebaikan."

Dan di antara bid'ah yang tersebar di kalangan manusia pada bulan Sya'ban adalah:

1. Peringatan Malam Nisfu Sya'ban
Asy Syaikh Abdul Aziz bin Baaz rahimahullah, Mufti Kerajaan Saudi Arabia mengatakan,

"Di antara bid'ah yang biasa dilakukan oleh banyak orang ialah bid'ah upacara peringatan malam Nisfu Sya'ban dan mengkhususkan pada hari tersebut dengan puasa tertentu. Padahal tidak ada satu pun dalil yang dapat dijadikan sandaran. Memang ada hadits-hadits tentang keutamaan malam tersebut, akan tetapi hadits-hadits tersebut adalah hadits yang lemah sehingga tidak dapat dijadikan landasan. Adapun hadits-hadits yang berkenaan dengan keutamaan shalat pada hari itu adalah hadits yang palsu.

Dalam hal ini, banyak di antara para ulama yang menyebutkan tentang lemahnya hadits-hadits yang berkenaan dengan pengkhususan puasa dan keutamaan shalat pada hari Nisfu Sya'ban.

Al Hafizh Ibnu Rajab dalam kitab beliau Lathaiful Ma'arif mengatakan bahwa perayaan malam Nisfu Sya'ban adalah bid'ah dan hadits-hadits yang menerangkan keutamaannya lemah. Hadits-hadits lemah bisa diamalkan dalam ibadah jika asalnya didukung oleh hadits-hadits shahih, sedangkan upacara perayaan malam Nisfu Sya'ban tidak ada dasar hadits yang shahih sehingga tidak bisa didukung dengan dalil hadits- hadits dhaif."[11]

2. Nyekar/Ziarah Qubur
Ziarah qubur pada asalnya adalah perkara yang disyariatkan. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,

إِنِّي نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُوْرِ فَزُوْرُوْهَا, فَإِنَّ فِيْهَا عِبْرَةً, وَلاَ تَقُوْلُوا مَا يُسْخِطُ الرَّبُّ

“Sesungguhnya dulu aku melarang kalian dari ziarah kubur. Maka sekarang ziarahilah kuburan, karena dalam ziarah kubur ada pelajaran. Namun jangan kalian mengeluarkan ucapan yang membuat Rabb kalian murka.” (HR. Ahmad dan yang selainnya dari Ali radhiyallahu 'anhu. Dishahihkan oleh Asy Syaikh Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah no. 886)

Beliau juga bersabda,

فَزُوْرُوْا الْقُبُوْرَ, فَإِنَّهَا تُذَكِّرُ الْمَوْتَ

“Ziarahilah kuburan karena sesungguhnya ziarah kubur itu mengingatkan kepada kematian.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu)

Al Imam Ash Shan'ani mengatakan,

“Hadits-hadits ini menunjukkan disyariatkannya ziarah kubur, menerangkan hikmahnya, dan dilakukannya dalam rangka mengambil pelajaran. Maka bila dalam ziarah kubur tidak tercapai hal ini berarti ziarah itu bukanlah ziarah yang diinginkan secara syar’i.” [12]

Akan tetapi, mengkhususkan ziarah kubur pada bulan Sya'ban, atau menjelang Ramadhan adalah perkara yang tidak pernah dituntunkan di dalam syariat.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan,
"Bahkan di sebagian kuburan, orang-orang berkumpul di sekitarnya pada hari tertentu dalam setahun, mereka melakukan perjalanan jauh ke kuburan tersebut baik pada bulan Muharram, Rajab, Sya'ban, Dzulhijjah atau di bulan selainnya. Sebagian mereka berkumpul pada hari 'Asyura (10 Muharram), sebagiannya lagi pada hari Arafah, yang lainnya pada hari Nisfu Sya'ban dan sebagian lagi di waktu yang berbeda. Mereka mengkhususkan hari tertentu dalam setahun untuk mengunjungi kuburan tersebut." [13]

Perkara ini dilarang karena tidak ada tuntunannya di dalam agama. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيهِ أمرُنا فَهُوَ رَدٌّ

"Barangsiapa yang beramal dengan sebuah amalan yang bukan dari ajaran kami maka amalan itu akan tertolak." (Muttafaqun 'alaih dari 'Aisyah radhiyallahu 'anha)

Selain itu beliau juga melarang untuk melakukan safar untuk berziarah kecuali ke tiga masjid. Dari Abu Said Al Khudri radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,

لاَ تَشُدُّوا الرِّحاَلَ إِلاَّ إِلَى ثَلاَثَةِ مَساَجِدَ. مَسْجِدِي هَذاَ وَالْمَسْجِدِ الْحَراَمِ وَالْمَسْجِدِ اْلأَقْصَى

“Janganlah kalian bepergian (mengadakan safar dengan tujuan ibadah) kecuali kepada tiga masjid: Masjidku ini, Masjid Al Haram, dan Masjid Al Aqsha.” (Muttafaqun 'alaihi)

Pelarangan ini semakin keras apabila ziarah tersebut diiringi dengan tawasul atau berdoa meminta kepada kuburan yang diziarahi. Allah berfirman,

وَأَنَّ الْمَساَجِدَ ِللهِ فَلاَ تَدْعُوا مَعَ اللهِ أَحَدا

“Dan bahwa masjid-masjid itu milik Allah maka janganlah kalian berdoa kepada seorangpun bersama Allah.” (Al Jin: 18)

Apabila seseorang berdoa kepada selain Allah, maka sesungguhnya dia telah terjatuh ke dalam perbuatan syirik yang tidak diampuni oleh Allah subhanahu wata'ala. Allah berfirman,

إِنَّ اللهَ لاَ يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ ماَ دُوْنَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشآءُ

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (An Nisa: 48)

3. Shalat Alfiyah
Di dalam kitab beliau Al Bida' Al Hauliyyah, ketika menyebutkan tentang bid'ahnya shalat Alfiyah di Bulan Sya'ban, Asy Syaikh Abdullah At Tuwaijiri mengatakan,

"Shalat bid'ah ini dinamakan Shalat Alfiyah karena di dalamnya dibacakan surat Al Ikhlash sebanyak seribu kali. Jumlah raka'atnya seratus, dan pada setiap rakaat dibacakan surat Al Ikhlas sepuluh kali.

Tata cara shalat ini dan pahala amalannya telah diriwayatkan dari banyak jalan sebagaimana yang telah disebutkan oleh Ibnul jauzi dalam kitab beliau Al Maudhu'at (kumpulan hadits-hadits palsu). Beliau berkata,

"Kami tidaklah ragu lagi kalau hadits ini benar-benar palsu. Kebanyakan perawi hadits ini dalam tiga jalannya adalah para majahil (tidak diketahui ketsiqahan/kebenaran riwayatnya), dan di dalam terdapat rawi yang sangat lemah, sehingga haditsnya tidaklah teranggap sama sekali." [14]

4. Padusan
Padusan adalah acara mandi bersama yang dilakukan pada akhir bulan Sya'ban, menjelang masuknya bulan Ramadhan. Biasanya orang-orang berkumpul di sungai, danau, air terjun atau kolam, lalu mandi bersama dengan keyakinan perkara tersebut akan membersihkan dosa-dosa mereka sebelum mereka masuk ke dalam bulan Ramadhan.

Di sebagian tempat, acara mandi-mandi ini dilakukan dengan mengguyurkan air dari dalam bejana yang telah dicampur dengan berbagai kembang dan jeruk limau.

Acara seperti ini memiliki kemungkaran dari berbagai sisi:

a. Merupakan bid'ah yang tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan tidak pernah pula dikerjakan oleh generasi awal Islam, dan telah berlalu penjelasan tentang keharamannya.

b. Di dalamnya terdapat keyakinan yang rusak bahwa dengan acara mandi-mandi tersebut akan membersihkan dosa-dosa. Ini adalah keyakinan yang keliru karena sesungguhnya dosa-dosa tidaklah akan terhapus dengan acara mandi seperti itu. Dosa-dosa akan terhapus dengan taubat, meminta ampunan dari Allah serta memperbanyak amalan shalih.

Allah ta'ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا عَسَى رَبُّكُمْ أَنْ يُكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ

"Hai orang-orang yang beriman, bertobatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Rabb kalian akan menghapus kesalahan-kesalahan kalian dan memasukkan kalian ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai." (At Tahrim: 8)

وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ وَيَعْمَلْ صَالِحًا يُكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّئَاتِهِ

"Dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan mengerjakan amal shalih niscaya Allah akan menghapus kesalahan-kesalahannya." (At Taghabun: 9)

c. Di dalam acara semacam ini juga terjadi ikhtilath, campur baur antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram dengan tujuan yang jelek, maka ini tidak diragukan lagi keharamannya. [15]

5. Sedekah Ruwah
Di beberapa tempat di Indonesia , sering diadakan sedekah ruwah. Sedekah ruwah adalah acara kenduri (makan-makan) yang tujuannya adalah mengumpulkan orang banyak untuk kemudian membacakan tahlil dan surat Yasin untuk kemudian dihadiahkan kepada arwah orang tua dan karib kerabat yang telah meninggal dunia. Acara ini juga termasuk bid'ah yang tidak pernah dituntunkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam.

Kemungkaran di dalam acara ini juga bertambah apabila diiringi dengan kurafat, keyakinan yang batil bahwa arwah orang yang telah meninggal ikut hadir untuk mengunjungi saudara-saudaranya yang masih hidup. Wallahul musta'an.

Peringatan: Selain perkara yang disebutkan di atas, masih ada tradisi yang sebaiknya juga ditinggalkan. Tradisi tersebut adalah bermaaf-maafan sebelum memasuki bulan Ramadhan. Kalau memang seseorang punya kesalahan terhadap orang tua, karib kerabat, atau teman-temannya maka hendaknya dia segera meminta maaf, tidak perlu mengkhususkan sebelum masuk bulan puasa karena yang demikian menyelisihi sunnah.[16]

Untuk mendukung kegiatan saling memaafkan sebelum Ramadhan ini, sebagian orang membawakan hadits yang bunyinya,

“Ya Allah tolong abaikan puasa ummat Muhammad, apabila sebelum memasuki bulan Ramadhan dia tidak melakukan hal-hal yang berikut: Tidak memohon maaf terlebih dahulu kepada kedua orang tuanya (jika masih ada); Tidak berma’afan terlebih dahulu antara suami istri; Tidak berma’afan terlebih dahulu dengan orang-orang sekitarnya. Dan barang siapa yang menyambut bulan Ramadhan dengan suka cita , maka diharamkan kulitnya tersentuh api neraka."

Hadits ini wallahu a'lam datangnya darimana, siapa sahabat perawinya, diriwayatkan di kitab apa, bagaimana keadaan sanadnya.

Apabila hadits ini adalah buatan orang, kemudian disandarkan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, maka ditakutkan dia akan terjatuh ke dalam sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam,

مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ

"Barangsiapa yang dengan sengaja berdusta atas kami, maka hendaknya dia mengambil tempat duduknya dari api neraka." (Muttafaqun 'alaih dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu)

Adapun hadits yang mirip dengan hadits tersebut, lafazhnya adalah sebagai berikut,

أَنَّ النَّبِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَقَى الْمِنْبَر فَقَال: "آمين، آمين، آمين" قِيْلَ لَهُ : يَا رَسَوْلَ اللهِ! مَا كُنْتَ تَصْنَعْ هَذَا؟ فَقَالَ: " قَالَ لِيْ جِبْرِيْلُ : رَغِمَ أَنْفُ عَبْدٍ أَدْرَكَ أَبَوْيْهِ أَوْ أَحَدَهُمَا لَمْ يُدْخِلْهُ الْجَنَّةَ. قُلْتُ: آمين. ثم قال: رَغِمَ أَنْفُ عَبْدٍ دَخَلَ عَلَيْهِ رَمَضَانُ لَمْ يَغْفِرْ لَهُ. فقُلْتُ : آمين. ثُمَّ قَالَ : رَغِمَ أَنْفُ امرئ ذُكِرْتَ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيْكَ، فقُلْتُ: آمين ".

Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam naik ke atas mimbar kemudian berkata, "Amin, amin, amin".

Para sahabat bertanya, "Ya Rasulullah, kenapa engkau mengatakan perkara tersebut?"

Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Jibril berkata kepadaku, 'Celaka seorang hamba yang mendapatkan kedua orang tuanya atau salah seorang dari keduanya masih hidup akan tetapi tidak memasukkan dia ke surga dan katakanlah amin!' Maka kukatakan, 'Amin.'"

Kemudian Jibril berkata lagi, 'Celaka seorang hamba yang masuk bulan Ramadhan tetapi keluar dari bulan Ramadhan tidak diampuni dosanya oleh Allah dan katakanlah amin!' Maka aku katakan, 'Amin'.

Kemudian Jibril berkata, 'Wahai Muhammad, celaka seseorang yang jika disebut namamu namun dia tidak bershalawat kepadamu dan katakanlah amin!' Maka kukatakan, 'Amin.'" (HR. Al Bukhari dalam Adabul Mufrad, dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu. Asy Syaikh Al Albani mengatakan bahwa haditsnya hasan shahih).

Penutup
Demikianlah sedikit pembahasan yang berkaitan dengan bulan Sya'ban. Semoga Allah jadikan sebagai amalan shalih bagi penulis dan bisa memberikan manfaat bagi kaum muslimin. Wallahu ta'ala a'lam, semoga shalawat dan salam tercurah pada junjungan kita Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam.

(Ditulis pada hari Rabu tanggal 23 Rajab 1433 H – bertepatan dengan 13 Juni 2012 di Darul hadits Syihir, Hadramaut. Semoga Allah senantiasa menjaga dan mengokohkannya)

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Catatan kaki:
[10] Al I'tisham, Al Imam Asy Syatibi (1/26)
[11] At Tahdzir minal Bida', Asy Syaikh Abdul Aziz bin Baaz hal. 20
[12] Subulus Salam, Al Imam Ash Shan'ani (2/114).
[13] Iqtidha' Sirathil Mustaqim, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, hal. 257.
[14] Al Bida' Al Hauliyyah, Asy Syaikh Abdullah At Tuwaijiri, hal 291.
[15] At Tahdzir minal Ikhtilath, Syaikhuna Abdullah bin Al Mar'ie bin Buraik, hal 3.
[16] Demikian penjelasan dari guru kami Asy Syaikh Abdullah bin Umar Al Mar'ie ketika ditanya hukum bermaaf-maafan sebelum masuk Ramadhan. Beliau menjawab, "Apabila seseorang memang memiliki kesalahan maka hendaknya dia segera meminta maaf. Namun mengkhususkannya pada waktu sebelum masuk Ramadhan maka ini khilafus sunnah, menyelisihi sunnah." Wallahu 'alam

Baca Juga : Sunnah-Sunnah Di Bulan Sya'ban

Related Posts

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel