Header Ads

Hukum Membaca Al-Qur’an untuk Arwah

Hukum Membaca Al-Qur’an untuk Arwah - Oleh: Asy-Syaikh Ibnu Utasaimin rahimahullah
Soal: Bagaimana hukumnya mengupah seseorang untuk membaca Al-Qur’an dan dihadiahkan kepada arwah si mati?

Jawab:
Hal ini merupakan perbuatan bid’ah, tidak berpahala, baik bagi yang membaca maupun bagi si mati. Hal ini karena orang yang membaca melakukannya sekedar mencari dunia dan harta, sedangkan setiap amal shalih yang dilakukan untuk mencari dunia, bukan untuk mendekatkan diri kepada Allah, tidak mendapat pahala dari Allah. Dengan demikian, perbuatan seperti ini, yaitu mengupah seseorang untuk membaca Al-Qur’an guna dihadiahkan kepada arwah si mati, adalah perbuatan sia-sia, sekadar menghamburkan uang dan menghabiskan harta yang menjadi hak ahli waris. Oleh karena itu, hendaklah pelakunya meninggalkan perbuatan ini sebab merupakan perbuatan bid’ah dan mungkar.
(Majmu’ Fataawa wa Rasaail, juz 2, hlm. 304)

Soal: Bagaimana hukumnya seseorang membaca Al-Qur’an untuk arwah orang mati?

Jawab:
Membaca Al-Qur’an dengan maksud menghadiahkan pahalanya kepada seorang muslim yang telah mati merupakan masalah yang menjadi perselisihan para ulama. Tentang hal ini ada dua pendapat.

Pertama, perbuatan ini tidak ada tuntunannya dalam syariat dan orang mati tidak lagi memperoleh manfaat dari bacaan Al-Qur’an ini.

Kedua, orang yang mati memperoleh manfaat dari bacaan ini. Seseorang boleh membaca Al-Qur’an dengan niat pahalanya untuk si A atau si B xang muslim, baik ia masih kerabat atau bukan kerabat.

Pertimbangan:


Pendapat yang lebih kuat adalah pendapat kedua karena membaca Al-Qur’an termasuk kategori ibadah yang pahalanya boleh dipindahkan kepada orang yang telah mati. Hal ini sebagaimana tersebut pada hadits Sa’ad bin ‘Ubaidah ketika ia mewakafkan kebunnya untuk ibunya dan juga tersebut pada hadits tentang kasus seorang shahabat laki-laki yang berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa ibunya yang telah lumpuh sampai meninggal:
“Saya mengira bahwa seandainya beliau masih dapat berbicara sewaktu hidupnya, niscaya ia akan mewakafkan hartanya. Apakah sekarang saya boleh mewakafkan harta atas namanya?”
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Ya.” Ini adalah kasus-kasus individual yang menunjukkan bahwa menghadiahkan pahala ibadah kepada seorang muslim dibolehkan, begitu pula membaca Al-Qur’an. Akan tetapi, yang lebih baik adalah anda cukup mendoakan si mati, sedangkan amal-amal shalih yang anda lakukan untuk diri anda sendiri, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Apabila manusia telah mati maka amalnya terputus, kecuali tiga hal. Sedekah jariyah (wakaf) atau ilmu yang terus memberi manfaat atau anak shalih yang mendoakan kebaikan dirinya.” (HR. Muslim no. 3084)

Pada hadits ini Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak menyebutkan: “…atau anak shalih yang membaca Al-Qur’an untuknya atau shalat untuknya atau puasa untuknya atau bersedekah atas namanya,” tetapi beliau bersabda: “…atau anak shalih yang berdoa untuk kebaikannya.” Konteks kalimat ini berkaitan dengan amal. Hal ini berarti doa seseorang untuk orang yang telah mati adalah lebih baik daripada menghadiahkan amal shalih dirinya kepada orang lain. Demikianlah, sebab setiap orang memerlukan amal shalih agar kelak pahalanya menjadi simpanan dirinya di sisi Allah.

Adapun yang biasa dilakukan oleh sebagian orang yang membaca Al-Qur’an untuk yang mati adalah dengan mengupah seseorang, misalnya dengan mengundang seorang pembaca Al-Qur’an yang diupah dan pahalanya untuk si mati, hal ini merupakan perbuatan bid’ah dan pahalanya tidak sampai kepada si mati karena si pembaca hanya bermaksud mencari dunia. Barangsiapa melakukan ibadah dengan tujuan mencari dunia maka ia tidak mendapatkan bagian akhirat sedikitpun.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasanmya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang di akhirat tidak memperoleh kecuali neraka, dan di akhirat itu lenyaplah apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Huud: 15-16)

Pada kesempatan ini saya sampaikan nasehat kepada saudara-saudaraku yang menjalankan tradisi semacam ini supaya memelihara harta dengan baik untuk diri mereka atau para ahli waris si mati. Hendaklah mereka mengetahui bahwa ini adalah perbuatan bid’ah dan si mati tidak memperoleh pahala tersebut. Adapun upah yang diterima oleh pembacanya adalah penghasilan yang haram dan si mati tidak mendapatkan manfaat.

(Majmu’ Fataawa wa Rasaail, juz 2, hlm. 306-307)

No comments

Powered by Blogger.