Header Ads

Kesesatan Ajaran Sufi / Tassawuf

Kesesatan Ajaran Sufi / Tassawuf
  1. Wihdatul Wujud, yakni keyakinan bahwa menyatu dengan segala sesuatu yang ada di alam semesta ini. Demikian Allah dapat menjelma dalam bentuk juga Al-Hulul, yakni keyakinan bahwa Allah tertentu dari makhluk-Nya (inkarnasi).

    Al-Hallaj, seorang dedengkot sufi, berkata: “Kemudian Dia (Allah) menampakkan diri kepada makhluk-Nya dalam bentuk orang makan dan minum.” (Dinukil dari Firaq Al-Mua’shirah, karya Dr. Ghalib bin 'Ali Iwaji, 2/600)

    Ibnu ‘Arabi, tokoh sufi lainnya, berkata: “Seorang hamba adalah Rabb dan Rabb adalah hamba. Duhai kiranya, siapakah yang diberi kewajiban beramal? Jika engkau katakan hamba, maka ia adalah Rabb. Atau engkau katakan Rabb, kalau begitu siapa yang diberi kewajiban?” (Al-Futuhat Al-Makkiyyah dinukil dari Firaq Al-Mu’ashirah, hal. 601)

    Muhammad Sayyid At-Tijani bahwasanya beliau meriwayatkan (secara dusta) dari Nabi bersabda:

    رَأَيْتُ رَبِّي فِي صُوْرَةِ شَابٍ

    “Aku melihat Rabbku dalam bentuk seorang pemuda.”(Jawahirul Ma’ani, karya 'Ali Harazim, 1/197, dinukil dari Firaq Mu’ashirah, hal. 615)

    Padahal Allah telah berfirman:

    لَيْسَ كَمِثْلِه شَيْئٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

    “Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Allah, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Asy-Syura: 11)

    قَالَ رَبِّ أَرِنِي أَنْظُرْ إِلَيْكَ قَالَ لَنْ تَرَانِي ...


“Berkatalah Musa: 'Wahai Rabbku nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat-Mu.' Allah berfirman: 'Kamu sekali-kali tidak akan sanggup melihatku'…" (Al-A’raf: 143)







  • Seorang yang menyetubuhi istrinya, tidak lain ia menyetubuhi Allah Ibnu ‘Arabi berkata: “Sesungguhnya seseorang ketika menyetubuhi istrinya tidak lain (ketika itu) ia menyetubuhi Allah!” (Fushushul Hikam). Betapa kufurnya kata-kata ini…, tidakkah orang-orang Sufi sadar akan kesesatan gembongnya ini?
  • Keyakinan kafir bahwa Allah adalah makhluk, masing-masing saling menyembah kepada yang dan makhluk adalah Allah lainnya
    Ibnu ‘Arabi berkata: “Maka Allah memujiku dan aku pun memuji-Nya. Dan Dia menyembahku dan aku pun menyembah-Nya.” (Al-Futuhat Al-Makkiyyah)
    Padahal Allah telah berfirman:

    وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَاْلإِنْسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُوْنِ

    “Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.” (Adz-Dzariyat: 56)

    إِنْ كُلُّ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ إِلاَّ آتِى الرَّحْمَنِ عَبْدًا

    “Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Allah Yang Maha Pemurah dalam keadaan sebagai hamba.” (Maryam: 93)
  • Keyakinan tidak ada bedanya antara agama-agama yang ada, Ibnu ‘Arabi berkata: “Sebelumnya aku mengingkari kawanku yang berbeda agama denganku. Namun kini hatiku bisa menerima semua keadaan, tempat gembala rusa dan gereja pendeta, tempat berhala dan Ka’bah, lembaran-lembaran Taurat dan Mushaf Al Qur’an.” (Al-Futuhat Al-Makkiyyah)

    Jalaluddin Ar-Rumi, seorang tokoh sufi yang sangat kondang, berkata: “Aku seorang muslim, tapi aku juga seorang Nashrani, Brahmawi, dan Zaradasyti. Bagiku, tempat ibadah adalah sama… masjid, gereja, atau tempat berhala-berhala.”

    Padahal Allah berfirman:

    وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ اْلإِسْلاَمِ دِيْنًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي اْلأَخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ

    “Dan barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya. Dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang merugi.” (Ali Imran: 85)
  • Bolehnya menolak hadits yang jelas-jelas shahih, Ibnu ‘Arabi berkata: “Kadangkala suatu hadits shahih yang diriwayatkan oleh para perawi-perawinya, tampak hakikat keadaannya oleh seseorang mukasyif (Sufi yang mengetahui ilmu ghaib dan batin). Ia bertanya secara langsung: “Apakah engkau mengatakannya?” Maka beliau kepada Nabi mengingkarinya seraya berkata: “Aku belum pernah mengatakannya dan belum pernah menghukuminya dengan shahih.” Maka diketahuilah, dari sini lemahnya hadits tersebut dan tidak bisa diamalkan sebagaimana keterangan dari Rabbnya walaupun para ulama mengamalkannya berdasarkan isnadnya yang shahih.” (Al-Futuhat Al-Makkiyah)
  • Pembagian ilmu menjadi syariat dan hakikat. Di mana bila seseorang telah sampai pada tingkatan hakikat berarti ia telah mencapai martabat . Oleh karena itu, menurut keyakinan Sufi,keyakinan yang tinggi kepada Allah gugur baginya segala kewajiban dan larangan dalam agama ini.

    Mereka berdalil dengan firman Allah dalam Al Qur’an Surat Al-Hijr ayat 99:

    وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ

    “Dan beribadahlah kepada Rabbmu hingga datang kepadamu keyakinan.”

    Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: “Tidak diragukan lagi oleh ahlul ilmi dan iman, bahwasanya perkataan tersebut termasuk sebesar-besar kekafiran dan yang paling berat. Ia lebih jahat dari perkataan Yahudi dan Nashrani karena Yahudi dan Nashrani beriman dengan sebagian isi Al Kitab dan mengkufuri sebagian lainnya. Sedangkan mereka adalah orang-orang kafir yang sesungguhnya (karena mereka berkeyakinan dengan sampainya kepada martabat. Hakikat tidak lagi terkait dengan kewajiban dan larangan dalam agama ini, pen).” (Majmu’ Fatawa, 11/401)

    Beliau juga berkata: “Adapun pendalilan mereka dengan ayat tersebut, maka justru merupakan bumerang bagi mereka. Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata: tidak menjadikan batas akhir beramal bagi orang-orang 'Sesungguhnya Allah beriman selain kematian', kemudian beliau membaca Al Qur’an Surat Al-Hijr ayat 99, yang artinya: 'Dan beribadahlah kepada Rabbmu hingga datang kepadamu kematian'."

    Beliau melanjutkan: "Dan bahwasanya 'Al-Yaqin' di sini bermakna kematian dan setelahnya, dengan kesepakatan ulama kaum muslimin.” (Majmu Fatawa, 11/418)
  • Keyakinan bahwa ibadah kepada Allah Tidak boleh mengharap surga atau di jauhkan dari neraka Allah berfirman:

    وَاتَّقُوا النَّارَ الَّتِي أُعِدَّتْ لِلْكَافِرِيْنَ

    “Dan peliharalah diri kalian dari an-naar (api neraka) yang disediakan untuk orang-orang yang kafir.” ('Ali Imran: 131)

    وَسَارِعُوآ ِإلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَاْلأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِيْنَ

    “Dan bersegeralah kalian kepada ampunan dari Rabb kalian dan kepada jannah (surga) yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa.” (Ali Imran: 133)








  • Dzikirnya orang-orang awam adalah لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ , sedangkan dzikirnya orang-orang khusus dan paling khusus adalah “الله / Allah”, “هُوَ / huwa”, dan “آه / aah” saja. Padahal Rasulullah bersabda:

    أَفْضَلُ الذِّكْرَ لاَ إِلَهِ إِلاَّ اللهُ

    “Sebaik-baik dzikir adalah لا إله إلا الله .” (HR. , dihasankan oleh Asy-SyaikhAt-Tirmidzi, dari shahabat Jabir bin Abdullah Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’, no. 1104).

    Syaikhul Islam rahimahullah berkata: “Dan barangsiapa yang beranggapan bahwa لا إله إلا الله adalah dzikirnya orang awam, sedangkan dzikirnya orang-orang khusus dan paling khusus adalah “هُوَ / Huu”, maka ia seorang yang sesat dan menyesatkan.” (Risalah Al-'Ubudiyah, hal. 117-118, dinukil dari Haqiqatut Tasawuf, hal. 13)
  • Keyakinan bahwa orang-orang Sufi mempunyai ilmu kasyaf (yang dapat menyingkap hal-hal yang tersembunyi) dan ilmu ghaib.

    Padahal Allah firman-Nya :

    قُلْ لاَ يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ الْغَيْبَ إِلاَّ اللهُ

    “Katakanlah tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui hal-hal yang ghaib kecuali Allah.” (An-Naml: 65)
  • Keyakinan dari nur/ cahaya-Nya, dan Allah menciptakan Nabi Muhammad bahwa Allah . ciptakan segala sesuatu dari cahaya Nabi Muhammad

    Padahal Allah berfirman :

    فُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ ...

    “Katakanlah (Wahai Muhammad), sesungguhnya aku hanyalah seorang manusia seperti kalian, yang diwahyukan kepadaku …” (Al-Kahfi: 110).

    إِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلآئِكَةِ إِنِّي خَالِقٌ بَشَرًا مِنْ طِيْنٍ

    “(Ingatlah) ketika Rabbmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku akan ciptakan manusia dari tanah liat.” (Shad: 71)








  • Keyakinan bahwa Allah menciptakan dunia. ini karena Nabi Muhammad

    Padahal Allah berfirman :

    وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَاْلإِنْسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُونِ

    “Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.” (Adz-Dzariyat: 56)
  • Demikianlah beberapa dari sekian banyak ajaran Tasawuf, yang dari ini menjauhkan kita darisaja, nampak jelas kesesatannya. Semoga Allah kesesatan-kesesatan tersebut …

    Keterkaitan Antara Sufi dengan Kelompok “JI”


    Keterkaitan antara Sufi dengan kelompok “JI” (Jama'ah Tabligh dan Ikhwanul Muslimin) sangatlah erat karena pendiri kelompok “JI” ini adalah seorang Sufi. Jama'ah Tabligh, didirikan oleh Muhammad Ilyas Al-Kandahlawi seorang Sufi dari tarekat Jisytiyyah. Dan seiring bergulirnya waktu, Jama'ah Tabligh kemudian berbai’at di atas empat tarekat Sufi: Jisytiyyah, Qadiriyyah, Sahruwardiyyah, dan Naqsyabandiyyah. (Lihat kitab Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu An Tushahhah, karya Asy-Syaikh Hasan Janahi, hal. 2, 12.)

    Adapun Ikhwanul Muslimin, pendirinya adalah Hasan Al-Banna, seorang Sufi dari tarekat Hashafiyyah, sebagaimana yang ia katakan sendiri: “…Di Damanhur aku bergaul dengan kawan-kawan dari tarekat Hashafiyyah dan setiap malamnya aku selalu mengikuti acara hadhrah yang diadakan di Masjid At-Taubah…”

    Ia juga berkata: “Terkadang kami berziarah ke daerah Azbah Nawam, karena di sana terdapat makam Asy-Syaikh Sayyid Sanjar, salah seorang dari tokoh tarekat Hashafiyyah.” (Mudzakkiratud Da’wah Wad Da’iyah, hal. 19, 23, dinukil dari kitab Fitnatut Takfir Wal Hakimiyah, karya Muhammad bin Abdullah Al-Husain, hal. 63-64)
    Wallahu a’lam bish shawab.

    2 comments:

    1. Ibn Taymiyya (661-728 H./1263-1328 CE)

      Majmaca Fatawa Ibn Taymiyya, Dar ar-Rahmat, Cairo, Vol, 11, page 497, Kitab
      Tasawwuf: "Kamu harus tahu bahwa syaikh-syaikh terbimbing harus diambil sebagai
      petunjuk dan contoh dalam agama, karena mereka mengikuti jejak Para Nabi dan
      Rasul. Tariqat para syaikh itu adalah untuk menyeru manusia ke Kehadiran Allah
      dan ketaatan kepada Nabi."

      Juga dalam hal 499: "Para syaikh dimana kita perlu mengambil sebagai
      pembimbing adalah teladan kita dan kita harus mengikuti mereka. Karena ketika
      kita dalam Haji, kita memerlukan petunjuk (dalal) untuk mencapai Ka' bah, para
      syaikh ini adalah petunjuk kita (dalal) menuju Allah dan Nabi kita.

      Di antara para syaikh yang dia sebut adalah: Ibrahim ibn Adham, Ma'ruf
      al-Karkhi, Hasan al-Basri, Rabia al-Adawiyya, Junaid ibn Muhammad, Shaikh Abdul
      Qadir Jilani, Shaikh Ahmad ar-Rafa'i, and Shaikh Bayazid al- Bistami. Ibn
      Taymiyya mengutip Bayazid al-Bistami pada 510, Volume 10: "...Syaikh besar,
      Bayazid al-Bistami, dan kisah yang terkenal ketika dia menyaksikan Tuhan dalam
      kasyf dan dia berkata kepada Dia:" Ya Allah, bagaimana jalan menuju Engkau?".
      Dan Allah menjawab: "Tinggalkan dirimu dan datanglah kepada-Ku".

      Ibn Taymiah melanjutakan kutipan Bayazid al-Bistami, " Saya keluar dari
      diriku seperti seekor ular keluar dari kulitnya". Implisit dari kutipan ini
      adalah sebuah indikasi tentang perlunya zuhd (pengingkaran-diri atau
      pengingkaran terhadap kehidupan dunia), seperti jalan yang diikuti Bayazid
      al-Bistami ( Mursyid Tariqah Naqshbandi).

      Kita melihat dari kutipan di atas bahwa Ibn Taymiah menerima banyak Syaikh
      dengan mengutipnya dan meminta orang untuk mengikuti bimbingannya untuk
      menunjukkan cara menaati Allah dan Rasul saas.

      Apa kata Ibn Taymiah tentang istilah Tasawwuf :

      Berikut adalah pendapat Ibn Tamiah tentang definisi Tasawwuf dari strained,
      Whether you are gold or gold-plated copper." Sanai. Following is what Ibn
      Taymiyya said about the definition of Tasawwuf, from Volume 11, At-Tasawwuf, of
      Majmu'a Fatawa Ibn

      Taymiyya al-Kubra, Dar ar-Rahmah, Cairo: "Alhamdulillah, penggunaan kata
      tasauf telah didiskusikan secara mendalam. Ini adalah istilah yang diberikan
      kepada hal yang berhubungan dengan cabang ilmu (tazkiyat an-nafs and Ihsan)."
      "Tasawwuf adalah ilmu tentang kenyataan dan keadaan dari pengalaman. Sufi
      adalah orang yang menyucikan dirinya dari segala sesuatu yang menjauhkan dari
      mengingat Allah dan orang yang mengisi dirinya dengan ilmu hati dan ilmu
      pikiran di mana harga emas dan batu adalah sama saja baginya.

      Tasawwuf menjaga makna-makna yang tinggi dan meninggalkan mencari ketenaran
      dan egoisme untuk meraih keadaan yang penuh dengan Kebenaran. Manusia terbaik
      sesudah Nabi adalah Shidiqin, sebagaimana disebutkan Allah: "Dan barangsiapa
      yang menta'ati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan
      orang-orang yang dianugerahi ni'mat oleh Allah, yaitu: Nabi, para shiddiqqiin,
      orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman
      yang sebaik-baiknya. (QS. 4:69)" Dia melanjutkan mengenai Sufi,"mereka berusaha
      untuk menaati Allah.. Sehingga dari mereka kamu akan mendapati mereka merupakan
      yang terdepan (sabiqunas-sabiqun) karena usaha mereka. Dan sebagian dari
      merupakan golongan kanan (ashabus-syimal)."

      ReplyDelete
    2. Al-A’raaf ayat 172 :
      Wa iz akhaza rabbuka mim banii aadam min zuhurihim zurriyyatahum wa asyhadahum ‘alaa anfusihim, alstu bi rabbikum, qaaluu balaa syahidnaa, an taqulu yaumal-qiyamati innaa kunna ‘an ghafiliin.
      Dan (ingatlah) ketika Rabbmu mengeluarkan dari sulbi (tulang belakangmu) anak cucu Adam keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap roh mereka (seraya berfirman); “Bukankah Aku ini Rabb kalian?” Mereka menjawab , “Betul (Engkau Rabb kami), kami bersaksi “. (Kami lakukan yang demikian itu) agar nanti dihari kiamat kelak kamu tidak mengatakan , “Sesungguhnya ketika itu kami lengah terhadap ini”.

      Lalu Apakah jawaban saudara Jika suatu saat kelak Allah Swt Pencipta, Pemilik(Rabb), dan Penguasa(ilah) alam semesta dan segala isinya ini bertanya kepada saudara, Siapakah AKU dan Siapakah kamu ? Apakah yang akan saudara jawab? atau apakah saudara akan menjawab " aku adalah aku dan Kamu adalah Kamu", sebagaimana jawaban yang pernah diberikan oleh nafsu ketika pertama ia diciptakan! Atau seperti Fir'aun, dll.
      Atau saudara akan menjawab "Engkau adalah aku dan aku adalah Engkau" seperti jawaban Al halaj, Syech siti zenar, atau ajaran manunggaling kawula gusti, juga seperti ajaran kitab weda, bhagawat gita "ajaran Sri Khrisna kepada arjuna" tentang wahdatul wujud, atau ajaran kitab talmud, atau dogma Persekutuan oleh paulus, atau Dogma Trinitas atau ajaran keimanan Sai baba dan lain sejenisnya
      Atau saudara akan menjawab sesuai dengan tuntunan Al Qur'an, yang diimani oleh para Nabi dan Rasul Allah yaitu "Engkau adalah Penciptaku dan Rabb(Pemilik/Tuan)ku dan aku adalah ciptaan dan abdi/hambaMU. sebagaimana ungkapan Nabi Isa,as "Engkau mengetahui segalanya tentang aku dan aku tidak mengetahui apapun tentang Engkau" atau ungkapan "Tidak ada Penguasa selain Engkau, Teramat Suci Engkau dan aku termasuk orang yang sesat. Atau ungkapan keimanan Nabi Ibrahim as ialah aku tidak tunduk dan patuh pada apa yang ada dilangit ataupun dibumi tetapi aku hanya tunduk, patuh dan setia hanya kepada ZAT yang telah menciptakanku dan menciptakan segala yang ada dilangit dan bumi.

      ReplyDelete

    Powered by Blogger.