Pandangan syeckhul islam Ibnu Taimiyah Tentang Kitab Ihya 'Ulumuddin (Imam Ghozali)

Pandangan syeckhul islam Ibnu Taimiyah Tentang Kitab Ihya 'Ulumuddin (Imam Ghozali) - Beliau berkata dalam Dar-u Ta'arudl Al Aql wa An Naql jilid 5 hal 347:

Abu Hamid menyebutkan dalam kitab Al Ihya perkataan yang panjang tentang ilmu zhahir dan batin. la (Al Ghazali) berkata, "Ada sekelompok orang yang menta'wil apa-apa yang berkaitan dengan sifat-sifat Allah Ta'ala dan menyikapi apa-apa yang berkaitan dengan akhirat secara zhahir dan mereka melarang ta'wil yang berkenaan dengan akhirat tersebut. Mereka adalah kaum Asy'ariyah yakni orang-orang yang akhir dari mereka yang setuju dengan penulis (kitab) Al Irsyad."

la (Al Ghazali) berkata, "Orang mu'tazilah menambahi (ta'wil) mereka, sehingga dia menta'wilkan pendengaran Allah, penglihatan-Nya, ru'yah-Nya di hari kiamat dan mi'raj tidak dengan jasad. Mereka menta'wilkan adzab kubur, mizan (timbangan), sirath (jembatan yang melintang di atas neraka) dan beberapa hukum tentang akhirat, akan tetapi mereka mengakui pengumpulan jasad di Mahsyar dan Surga dan termasuk makanan mereka (para penghuni surga)."

Aku (Ibnu Taimiyah) berkata: Ta'wil mizan (timbangan), shirat (jembatan yang melintang di atas neraka), adzab kubur, pendengaran dan penglihatan hanyalah ucapan orang-orang Baghdad dari aliran mu'tazilah, adapun orang-orang Bashrah tidak. Abu Hamid berkata, "Perbuatan mereka sampai batas ini memberi kekuatan bagi orang-orang filsafat, maka mereka menta'wilkan setiap apa yang datang di hari akhir dengan masalah-masalah aqliyah ruhaniyah dan kelezatankelezatan yang masuk akal..."

Sampai ia berkata, "...merekalah orang-orang yang berlebih-lebihan dalam ta'wil dan batas pertengahan antara dua hal ini amat tipis, sulit dan tidak jelas sekaligus tidak diketahui kecuali oleh orang-orang yang diberi taufiq, yaitu orang-orang yang mampu mengetahui banyak hal dengan cahaya ilahi tidak dengan pendengaran (semata). Kemudian apabila telah tersingkap bagi mereka rahasia-rahasia urusannya dengan memperhatikan pendengaran dan lafadz lafadz yang datang, jika sesuai dengan apa yang mereka saksikan dengan cahaya keyakinan maka akan mereka tetapkan (terima), jika menyelisihi maka akan mereka ta'wilkan. Maka siapa yang berpegang dengan dalil-dalil naql maka ia tidak memiliki pijakan yang kuat"

Aku (Ibnu taimiyah) berkata: Kandungan ucapan ini adalah bahwa tidak dapat diambil manfaat apapun dari hadits Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam yang berupa masalah-masalah ilmiah dan bahkan semua manusia dapat mema-hami segala masalah tersebut dengan mushyahadah (penglihatan), nur dan muksasyafah yang dimilikinya. Ini adalah dua dasar yang membawa kepada kekufuran, karena setiap orang yang mengaku mendapatkan penyingkapan (kasayf) apabila ia menimbangnya (dan sesuai) dengan Al Quran dan As Sunnah maka ia akan mendapati kebenaran.

Jika tidak, maka mereka masuk ke dalam kesesatankesesatan. Beliau rahimahullah juga berkata dalam (kitab) Dar'ut Ta'aarudl jilid 7 hal 149 setelah menukil tulisan panjang dari Al Ihya kemudian ia mengkritik dan mengomentarinya: Abu Hamid tidaklah memiliki pengetahuan tentang atsar-atsar nabawi salafi yang dimiliki oleh ahli ilmu yaitu orang-orang yang membedakan antara yang shahih dan yang dlaif/lemah. Oleh karena itu ia pun memasukkan hadits-hadits dan atsar-atsar yang maudlu' (palsu) dan dusta di dalam kitab-kitabnya yang apabila beliau tahu bahwa itu adalah palsu niscaya ia tidak akan memasukkannya.

la rahimahullah berkata dalam Majmu' Fa-tawa jilid 17 hal 362 dalam penjelasannya tentang sifat dan nama-nama Allah dan kritikannya terhadap perkataan kaum filsafat: Abu Hamid dalam Al Ihya menyebutkan ucapan orang-orang yang menta'wil dari aliran ahli filsafat dan berkata, "Sesungguhnya mereka berlebih-lebihan dalam ta'wil sedangkan pengikut Hambali (Hanabilah) berlebih- Iebihan dalam kejumudan (kaku)."

la (Al Ghazali) menyebutkan dari Ahmad bin Hambal perkataan yang belum dikatakan oleh Ahmad. Sesungguhnya beliau tidak mengetahui apa yang dikatakan oleh Ahmad dan tidak pula apa yang datang dalam Al qur'an dan As Sunnah.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel