Bacaan Pada Tasyahud/Tahiyat Awal -->

Header Menu

Bacaan Pada Tasyahud/Tahiyat Awal

Hamba Alloh
03 May 2013

Bacaan Pada Tasyahud/Tahiyat Awal - Dalam hadits-hadits yang menjelaskan tentang bacaan tasyahud, tidak dibedakan antara do’a tasyahud awal dan tasyahud akhir, seperti yang terdapat dalam hadits berikut:

Dari Ibnu Abbas, sesungguhnya ia berkata:

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajari kami tasyahud sebagaimana beliau mengajari kami surat Al-Qur’an.” (HR. Jama’ah)

" Abdullah berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda: “Apabila di antara kamu duduk tahiyyat, maka hendaknya ia membaca “At-Tahiyyatu lillah…” kemudian hendaknya ia memilih doa sesukanya yang berkaitan dengan persoalan yang sedang dihadapi.” (HR. Muslim)

Hadits-hadits di atas menunjukkan tidak adanya perbedaan doa dalam duduk tasyahud, baik pada tasyahud awal dan tasyahud akhir, sebagaimana juga dikatakan oleh Ibnu Hazm [Muhammad Nashiruddin Al-Albani, "Sifat Shalat Nabi]. Hanya saja nanti, pada tasyahud akhir ada doa-doa tertentu yang disarankan oleh Nabi untuk dibaca.

Berdasarkan beberapa hadis Nabi, inti bacaan yang harus dibaca dalam tasyahud awal dan akhir adalah: bacaan tahiyyat dan bacaan syahadat

Yang menjadi perbedaan di kalangan ulama hanyalah redaksi bacaannya. Ada yang berdasarkan riwayat Umar Bin Khattab, riwayat Ibnu Mas’ud, riwayat Ibnu Abbas dan lain-lainnya.

  1. Menurut Riwayat Umar Bin Khatab

    “ATTAHIYYAATU LILLAAHIZ ZAKIYYATU LILLAAHITH THAYYIBAATUSH SHALAWAATU LILLAAH. ASSALAAMU’ALAIKA AYYUHAN NABIYYU WA RAHMATULLAAHI WA BARAKAATUH. ASSALAAMU’ALAINA WA ‘ALAA ‘IBAADILLAAHISH SHAALIHIIN. ASYHADU ANLAA ‘ILAAHA ILLALLAAH. WA ASYHADU ANNA MUHAMMADAN ‘ABDUHU WA RASUULUHU.”

    [Artinya]: “Segala penghormatan bagi Allah, segala kesucian bagi Allah, segala kebaikan dan kesejahteraan bagi Allah. Semoga keselamatan, rahmat dan barakah Allah senantiasa dilimpahkan kepadamu wahai Nabi (Muhammad). Semoga juga dilimpahkan kepada kami dan kepada semua hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi sesungguhnya tiada Tuhan kecuali Allah, dan aku bersaksi sesungguhnya Nabi Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.” (HR. Malik dalam Muwaththa dengan sanad yang shahih)
    Tahiyyat ini dipraktekkan oleh Imam Malik. Menurut Ibnu Abdil Barr sungguhpun hadis ini mauquf, tetapi dihukumi mar’fu’ [Muhammad Nashiruddin Al-Albani, "Sifat Shalat Nabi].

  2. Menurut Riwayat Ibnu Abbas

    “ATTAHIYYAATUL MUBAARAKAATUSH SHALAWAATUTH THAYYIBAATU LILLAAH. ASSALAAMU’ALAIKA AYYUHAN NABIYYU WA RAHMATULLAAHI WA BARAKAATUH. ASSALAAMU’ALAINA WA ‘ALAA ‘IBAADILLAAHISH SHAALIHIIN. ASYHADU ANLAA ‘ILAAHA ILLALLAAH. WA ASYHADU ANNA MUHAMMADAN ‘ABDUHU WA RASUULUHU.”

    [Artinya]: “Segala penghormatan, keberkahan, kesejahteraan dan kebaikan bagi Allah. Semoga keselamatan, rahmat dan barakah Allah senantiasa dilimpahkan kepadamu wahai Nabi (Muhammad). Semoga juga dilimpahkan kepada kami dan kepada semua hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi sesungguhnya tiada Tuhan kecuali Allah, dan aku bersaksi sesungguhnya Nabi Muhammad adalah utusan-Nya.” (HR. Muslim, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, At-Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah, Al-Baihaqi, Ad-Daruqutni, Ahmad, dan Syafi’i) Bacaan ini dipraktikkan oleh Imam Syafi’i dan para pengikutnya.

  3. Menurut Riwayat Ibnu Umar

    “AT-TAHIYYAATU LILLAHI WASH SHALAWAATU WATH THAYYIBAATU. ASSALAAMU’ALAIKA AYYUHAN NABIYYU WA RAHMATULLAAHI WA BARAKAATUH. ASSALAAMU’ALAINA WA ‘ALAA ‘IBAADILLAAHISH SHAALIHIIN. ASYHADU ANLAA ‘ILAAHA ILLALLAAH. WA ASYHADU ANNA MUHAMMADAN ‘ABDUHU WA RASUULUHU.”

    [Artinya]: “Segala penghormatan bagi Allah, segala kesejahteraan dan kebaikan bagi Allah. Semoga keselamatan, rahmat dan barakah Allah senantiasa dilimpahkan kepadamu wahai Nabi (Muhammad). Semoga juga dilimpahkan kepada kami dan kepada semua hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi sesungguhnya tiada Tuhan kecuali Allah, dan aku bersaksi sesungguhnya Nabi Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.” (HR. Bukhari, Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban)
    Bacaan ini dipraktekkan Imam Ats-Tsauri, Ulama Kufah dan para ahli Hadits.

Shalawat Nabi


Para ulama berbeda pendapat tentang hukum membaca shalawat Nabi dalam Shalat. Sebagian mengatakan wajib, di antaranya adalah Imam Syafi’i. Beliau mengatakan bahwa membaca shalawat Nabi dalam shalat hukumnya wajib. Beliau beralasan dengan firman Allah berikut:
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (QS. Al-Ahzab: 56)
Imam Syafi’i berkata, “kewajiban membaca shalawat tidak ada tempat yang lebih tepat kecuali dalam shalat.” [Asy-Syafi’i, Al-Umm]. Maka orang yang tidak membaca shalawat dalam tasyahudnya, shalatnya tidak sah, ia harus mengulang.
Namun sebagian besar ulama yang lain mengatakan bahwa membaca shalawat hukumnya sunnah. Di antaranya ialah Ibnu Mundzir, Imam Malik, Sufyan Ats-Tsauri dan ulama Madinah serta kalangan rasionalis.

Alasan mereka adalah berdasarkan tidak adanya hadits yang secara eksplisit memerintahkan seorang yang shalat membaca shalawat Nabi. Beberapa hadits yang ada hanya seputar persoalan pertanyaan sahabat mengenai bagaimana mereka membaca salawat ketika shalat, dan kemudian Nabi mengajarkannya. Menurut ulama yang berpendapat shalawat hukumnya sunnah, penjelasan tentang shalawat ini sangat berbeda dengan ketika nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan tasyahud. Pada saat mengajarkan tasyahud para sahabat bersaksi:

Dari Ibnu Abbas, sesungguhnya ia berkata,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajari kami tasyahud sebagaimana beliau mengajari kami surat Al-Qur’an. (HR. Jama’ah)

Bahkan apa yang dipraktekkan oleh Nabi dalam mengajarkan tasyahud juga dipraktekkan oleh Abu Bakar dan Umar. Dan dalam pengajaran itu baik Nabi maupun para sahabat sama sekali tidak mengajarkan shalawat. Karena itulah para ulama ini menyimpulkan bahwa hukum membaca shalawat ketika tasyahud adalah sunnah [Al-Qurthubi]

Letak Shalawat Nabi Pada Tasyahud


Semua ulama sepakat bahwa Shalawat Nabi dibaca pada tasyahud akhir, tetapi ada perbedaan pendapat tentang apakah Shalawat Nabi dibaca/tidak dibaca pada tasyahud pertama (tasyahud awal).

  1. Shalawat Nabi Tidak Dibaca Pada Tasyahud Pertama
    Para ulama yang berpendapat bahwa Shalawat Nabi tidak dibaca pada tasyahud pertama, maka bacaan mereka pada tasyahud pertama dibatasi hanya sampai bacaan dua kalimat syahadat saja, kemudian berdiri. Hal ini didasarkan hadits Ibnu Mas’ud yang berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika duduk setelah dua raka’at pertama seperti duduk di atas radhf.

    Berdasarkan hadits dari Ibnu Mas’ud tersebut, Ibnul Qayyim Rahimahullah dalam kitab Zaadul Ma’ad berpendapat, “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat membatasi bacaan tasyahudnya, sehingga (ketika beliau duduk tasyahud) seperti duduk di atas radhf -yaitu batu panas- dan tidak ada satu hadits pun yang menyatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bershalawat untuknya dan keluarganya dalam tasyahud ini (setelah dua raka’at pertama).”

    Hadits Ibnu Mas’ud yang diriwayatkan oleh Imam Asy-Syafi’i, Ahmad dan imam yang empat, Imam Al-Hakim dari riwayat Ubaidah bin Abdullah bin Mas’ud dari bapaknya tersebut lemah menurut Ibnu Daqiqil Ied dalam At-Talkhis 1/163. Hadits ini terputus sanadnya (munqathi’), karena Abu Ubaidah tidak mendengar langsung dari bapaknya. Dan Imam An-Nawawi berkata dalam Al-Majmu’, diriwayatkan oleh Abu Dawud, At-Tirmidzi dan An-Nasa’i. At-Tirmidzi berkata, “Hadits tersebut hasan.” Hal ini kontradiktif (bertolak belakang) dengan apa yang dikatakan oleh Ibnu Daqiqil Ied, karena Abu Ubaidah tidak mendengar dari bapaknya, dan juga tidak bertemu dengannya. Ini merupakan hadits yang terputus sanadnya.

    Imam Al-Albani berkata, “Dalil yang tidak bisa dijadikan landasan hukum, tidak bisa digunakan untuk membatasi keumuman dan kemutlakan yang ditunjukkan pada tasyahud pertama, keumuman hadits ini sangat layak. Adapun dalil terkuat yang dijadikan argumentasi oleh mereka yang menentang ini adalah hadits Ibnu Mas’ud. Hadits ini tidak tergolong shahih karena terputus sanadnya.

  2. Shalawat Nabi Dibaca Juga Pada Tasyahud Pertama
    Para ulama yang berpendapat bahwa Shalawat Nabi juga dibaca pada tasyahud pertama berdasarkan pada:
    Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca shalawat untuk dirinya pada tasyahud awal dan lainnya. (HR. Abu ‘Awanah dalam Shahihnya dan An-Nasa’i)

    Keumuman hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk para sahabat ketika mereka bertanya, “Ya Rasulullah, kami telah mengetahui bagaimana memberi salam kepadamu, tetapi bagaimana kami bershalawat atasmu?” Maka beliau bersabda, “Ucapkanlah Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa ‘ala ali Muhammad…” dan seterusnya hingga selesai. (HR. Muttafaq ‘alaih)

    Dalam hadits ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak membedakan antara tasyahud pertama dan tasyahud kedua. Karena itu, maka dibolehkan bershalawat atas Nabi pada tasyahud yang pertama. Pendapat ini dinyatakan oleh Imam Asy-Syafi’i dalam kitab Al-Umm 1/102, ia berkata, “Bacaan tasyahud dan shalawat atas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak dipisahkan satu dengan lainnya. Pendapat inilah yang sah di kalangan murid-murid beliau seperti dijelaskan oleh Imam Nawawi dalam kitab Majmu’ 3/460 dan yang dengan jelas dinyatakan dalam kitab Raudhah 1/263.

    Ini juga merupakan pendapat Ibnul Daqiqil Ied dalam kitab Talkhis Al-Habir 1/236. Dia dikenal dengan nama Al-Wazir bin Hubairah Al-Hambali dalam kitab Al-Ifshah. Begitu pula yang dikutip oleh Ibnu Rajab dalam kitab Zail Ath-Thabaqat 1/280 dan dalam hal ini menjadi ketetapan.